Cerita Sex ini berjudul ” Satu Lobang Rame-Rame Hot Lila ” Cerita Dewasa, Cerita Hot, Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks, Kisah Mesum, Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah, Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 2019.
Sebut saja namaku Lila, umurku 16 tahun, kelas 2 SMA. Sebagai anak SMA, tinggiku relatif sedang, 165 cm, dengan berat 48 kg, dan cup bra 36B. Untuk yang terakhir itu, aku memang cukup pede. Walau sebenarnya wajahku cukup manis (bukannya sombong, itu kata teman-temanku…) aku sudah lumayan lama menjomblo, 1 tahun. Itu karena aku amat selektif memilih pacar… enggak mau salah pilih kayak yang terakhir kali.
Di sekolah aku punya teman akrab namanya Stella. Dia juga lumayan cantik, walau lebih pendek dariku, tapi dia sering banget gonta-ganti pacar. Stella memang sangat menarik, apalagi ia sering menggunakan seragam atau pakaian yang minim… peduli amat kata guru, pesona jalan terus!
Saat darmawisata sekolah ke Cibubur, aku dan dia sekamar, dan empat orang lain. Satu kamar memang dihuni enam orang, tapi sebenarnya kamarnya kecil bangeeet… aku dan Stella sampai berantem sama guru yang mengurusi pembagian kamar, dan alhasil, kami pun bisa memperoleh villa lain yang agak lebih jauh dari villa induk. Disana, kami berenam tinggal dengan satu kelompok cewek lainnya, dan di belakang villa kami, hanya terpisah pagar tanaman, adalah villa cowok.
“Lil, lo udah beres-beres, belum?” tanya Stella saat dilihatnya aku masih asyik tidur-tiduran sambil menikmati dinginnya udara Cibubur, lain dengan Jakarta.
“Belum, ini baru mau.” Jawabku sekenanya, karena masih malas bergerak.
“Nanti aja, deh. Kita jalan-jalan, yuk,” ajak Stella santai.
“Boljug…” gumamku sambil bangun dan menemaninya jalan-jalan. Kami berkeliling melihat-lihat pasar lokal, villa induk, dan tempat-tempat lain yang menarik. Di jalan, kami bertemu dengan Rio, Adi, dan Yudi yang kayaknya lagi sibuk bawa banyak barang.
“Mau kemana, Yud?” sapa Stella.
“Eh, Stel. Gue ama yang lain mau pindahan nih ke villa cowok yang satunya, villa induk udah penuh sih.” Rio yang menjawab. “Lo berdua mau bantu, nggak? Gila, gue udah nggak kuat bawa se-muanya, nih.” Pintanya memelas.
“Oke, tapi yang enteng ajaaa…” jawabku sambil mengambil alih beberapa barang ringan. Stella ikut meringankan beban Adi dan Yudi.
Sampai di villa cowok, aku bengong. Yang bener aja, masa iya aku dan Stella harus masuk ke sana? Akhirnya aku dan Stella hanya mengantar sampai pintu. Yudi dan Adi bergegas masuk, sementara Rio malah santai-santai di ruang tamu. “Masuk aja kali, Stel, Lil.” Ajaknya cuek.
“Ngng… nggak usah, Yud.” Tolakku. Stella diam aja.
“Stella! Sini dong!” terdengar teriakan dari dalam. Aku mengenalinya sebagai suara Feri.
“Gue boleh masuk, ya?” tanya Stella sambil melangkah masuk sedikit.
“Boleh doooong!!” terdengar koor kompak anak cowok dari dalam. Stella langsung masuk, aku tak punya pilihan lain selain mengikutinya.
Tak lama, aku dan Stella sudah berada di antara mereka, bercanda dan ngobrol-ngobrol. Stella malah dengan santai tiduran telungkup di kasur mereka, aku risih banget melihatnya, tapi diam aja. Entah siapa yang mulai, banyak yang menyindir Stella.
“Kata siapa, ah…” balas Stella pura-pura marah. Tapi gayanya yang kenes malah dianggap seb-agai anggukan iya oleh para cowok. “Boleh dong, gue juga nyicip, Stell?” tanya Dio.
Stella diam aja, aku juga tambah risih.
“Gue masih virgin, Lila juga… kata siapa itu tadi?” omel Stella sambil bergerak untuk turun dari kasur. Tapi ditahan Roni. “Gitu aja marah, udah, kita ngobrol lagi, jangan tersinggung.” Bujuknya sambil mengelus-elus rambut Stella. Aku tahu Stella dulu pernah suka sama Roni, jadi dia membi-arkan Roni mengelus rambut dan pundaknya, bahkan tidak marah saat dirangkul pinggangnya.
Lama-kelamaan, rasa geli yang nikmat membungkus tubuhku. Percuma aku menjerit-jerit, akhir-nya aku pasrah. Melihatnya, Agam langsung melucuti kaosku, dan mencupang punggungku. Feri dan Rio bahkan sudah membuka seluruh pakaian mereka kecuali celana dalam. Aku kagum juga melihat dada Feri yang bidang dan harumnya khas cowok.
“Gue udah kebelet, niih… gue perawanin ya, Lil…” Tak terasa, sesuatu yang bundar dan keras menyusup ke dalam vaginaku, ternyata penis Agam sudah siap untuk bersarang disana. Aku men-desah-desah diiringi jeritan kesakitan saat ia menyodokku dan darah segar mengalir. “Sakiiit…” erangku. Agam menyodok lagi, kali ini penisnya sudah sepenuhnya masuk, aku mulai terbiasa, dan ia pun langsung menggenjot dan menyodok-nyodok. Aku mengerang nikmat.
“Ssshh… terusss… yaaa, akh! Akh! Nikmat, Gam! Teruuss… sayang, puasin gue… Akkkhh…”
Sementara pantat Agam masih bergoyang, cowok-cowok lain yang sudah telanjang bulat juga mulai berebutan menyodorkan penis mereka yang sudah tegang ke bibirku.
“Gue dulu ya, Lil… nih, lu karaoke,” ujar Rio sambil menyodokkan penisnya ke dalam mulutku. Aku agak canggung dan kaget menerimanya, tapi kemudian aku mulai mengulumnya dan mempe-rmainkan lidahku menjelajahi barang Rio. Ia mendesah-desah keenakan sambil merem-melek.
Mendadak, kurasakan vaginaku banjir, ternyata Agam sudah orgasme dan menembakkan sper-manya di dalam vaginaku, cowok itu terbaring lemas di sampingku, untuk beberapa menit, kukira ia tidur, tapi kemudian ia bangun dan menciumi pusarku dengan penuh nafsu. Kini, vaginaku suda-h diisi lagi dengan penis Beni. Penisnya lebih besar dan menggairahkan, sehingga membuat mata-ku terbelalak terpesona. Beni menyodokkan penisnya dengan pelan-pelan sebelum mulai mengg-enjotku, rasanya nikmat sekali seperti melayang. Kedua kakiku menjepit pinggangnya dan bongka-han pantatku turut bergoyang penuh gairah. Kubiarkan tubuhku jadi milik mereka.
“Akkkhh…. ssshh… terus, teruuusss sayaaang… akh, nikmat, aaahhh…” erangku keenakan. Tok-etku yang bergoyang-goyang langsung ditangkap oleh mulut dan tangan Rio. Ia memainkan puting susuku dan mencubit-cubitnya dengan gemas, aku semakin berkelojotan keenakan, dan meracau tidak jelas, “Akkkhh… teruuuss… entot gue, entooott gue teruuss! Gue milik luu… aakhh…!!”
“Iya sayyyaangg… gue entot lu sampe puasss…” sahut Ben sambil mencengkeram pantatku dan mempercepat goyangan penisnya. Rio juga semakin lahap menikmati gunung kembarku, menjilat, menggigit, mencium, seolah ingin menelannya bulat-bulat, dan sebelum aku sempat meracau lagi, Agam telah mendaratkan bibirnya di bibirku, kami saling berpagutan penuh gairah, melilitkan lidah dengan sangat liar, dan klimaksnya saat gelombang kenikmatan melandaku sampai ke puncaknya.
“Aaakkhh…. gue mau…!” Belum selesai ucapanku, aku langsung orgasme. Ben menyusul beber-apa saat kemudian, dan vaginaku benar-benar banjir. Tubuh Ben langsung jatuh dengan posisi penisnya masih dalam jepitan vaginaku, ia memeluk pinggangku dan menciumi pusarku dengan lemas. Sementara aku masih saja digerayangi oleh Agam yang tak peduli dengan keadaanku dan meminta untuk dioral, dan Rio yang menggosok-gosokkan penisnya di toketku dengan nikmat.
Beberapa saat kemudian, Agam pun orgasme lagi. Agam jatuh dengan posisi wajah tepat di sampingku, sementara Rio tanpa belas kasihan memasukkan penisnya ke vaginaku, dan mengge-njotku lagi sementara aku berciuman penuh gairah dengan Agam.