Wulan terjaga dengan kepala yang pusing. Tetapi entahlah kenapa ke-2 tangannya tidak bisa digerakkan. Semua badannya berasa hangat. Sekalian mengerjapkan matanya, gadis itu melihat sekitarnya. Rupanya dia ada pada sebuah kamar yang tidak pernah dilihatnya, terbujur di atas tempat tidur empuk dan besar yang warna merah jambu. Dari jendela yang tertutup terpikir hari telah gelap.
Cersex Mertua – Dalam kamar tersebut cuma ada sebuah lampu kecil yang berpijar remang-remang. Wulan cuma ingat Sabtu sore barusan sesudah berlaga bola volley menantang sekolah dari kecamatan tetangga, dia harus berlari-lari dalam gerimis hujan ke arah rumah neneknya untuk bermalam malam hari ini, karena tempat tinggalnya terlampau jauh dari lapangan volley.
Seperti biasanya gadis dusun yang lain, walaupun tidak begitu tinggi, tetapi Wulan bertubuh yang montok dan padat. Buah dadanya yang membusung kuat seakan tidak muat dalam bra sisa kakaknya yang terlalu kecil. Didukung dengan kulitnya yang kuning langsat mulus dan rambut sebahu, mukanya yang manis kerap membuat pemuda dusun terdiam dan menelan ludah saat gadis itu melalui dengan goyangan pinggulnya. Bokongnya yang montok selalu mencolok dibalik rok seragam sekolahnya, yang meskipun di bawah lutut, ketatnya menunjukkan garis celana dalam gadis tersebut.
Tidak cuma beberapa pemuda, sebagian orang yang sudah beristri juga bercita-cita jadikan gadis kelas 1 SMU itu istri mudanya. Menurut katuranggan, gadis jenis Wulan rasanya peret dan legit, pasti memberi kepuasan semalaman, membuat suaminya kerasan di rumah. Tidaklah aneh, setiap kali ada laga volley , selalu banyak penontonnya, walau umumnya cuma melihat paha Wulan yang dengan celana pendek dan guncangan buah dadanya saat gadis itu memukul bola.
“Ah, telah bangun Nduk..?” sebuah suara dan lampu yang berpijar jelas mencengangkan gadis tersebut.
Terlihat seorang pria kekar masuk ruang. Wulan mengenalnya sebagai Ta, seorang terpandang di dusunnya. Walau bukan warga dusun itu, tetapi sukai kawin-cerai dengan gadis-gadis di sini. Dalam satu bulan paling dia cuma di rumah satu-dua hari saja, selainnya “kerja di kota”. Saat ini istrinya di sini telah ada 3 orang , semua masih belasan tahun dan cantik-cantik, tetapi tetap sukai memikat Wulan setiap kali berjumpa. Bahkan juga barusan dia sebelumnya pernah berusaha melamar gadis itu tetapi gagal.
Wulan berusaha bangun, tetapi tangan dan kakinya masih tetap lemas tidak bisa bergerak.
” Nduk, tidak perlu banyak gerak. Malam hari ini kamu di sini dahulu.” kata Ta.
Tidak menyengaja Wulan menyaksikan ke dinding kamar, dan dari cermin besar yang dipasang di situ, dia mengetahui ke-2 tangannya terlilit jadi satu di atas kepalanya, demikian pula ke-2 kakinya yang terentang ke beberapa sudut tempat tidur, seperti huruf Y kebalik. Semua badannya tertutup selimut, tetapi ujung selimut yang terkuak menunjukkan beberapa paha gadis tersebut. Di pojok tempat tidur terlihat berserak pakaian seragam dan rok tadi digunakannya.
“Pak Ta, Wulan di mana? Mengapa Wulan ini?” bertanya gadis itu dengan cemas.
Dia mulai terpikir waktu lari ke rumah neneknya barusan seorang menariknya dari belakang dan tempelkan suatu hal yang bau menusuk ke mukanya, selanjutnya semua jadi gelap, sampai pada akhirnya dia selanjutnya tersadarkan di sana.
“Tenang Wulan, kamu baik saja. Malam hari ini kita akan kawin. Pekan kemarin saya telah melamarmu pada bapakmu. Saat ini kita akan cicipi malam pertama kita.” kata Ta sekalian menyeringai.
“Tidak! Tidak! Tempo hari Bapak katakan ditampik! Wulan tidak mau!” gadis itu berusaha meronta, tetapi ikatan tangan dan kakinya terlampau kuat untuknya.
Sekalian ketawa terkekeh, Ta perlahan-lahan menarik selimut yang tutupi badan gadis itu, membuat Wulan terpekik karena penutup badannya perlahan-lahan terbuka, dan rupanya dibalik selimut itu dia telah telanjang bundar.
“Jangan! Jangan! Aduh jangan! Pak Ta, jangan Pak! Tolong..!”
Dengan cepat Ta ambil baju dalam Wulan yang berserak di atas tempat tidur, lantas menyumpal mulut gadis itu dengan celana dalamnya sendiri, dan mengikatnya ke belakang dengan bra gadis tersebut.
“Pak? Kamu panggil saya Pak? Saya ini suamimu, tahu! Panggil saya Kangmas!” hebat Ta sekalian menampar pipi Wulan sampai gadis itu memekik kesakitan.
Ta makin brutal menyaksikan badan Wulan yang montok telanjang bundar. Ke-2 paha gadis manis itu terentang lebar mempertunjukkan bibir kemaluannya yang jarang rambutnya.
“Diam Sayang! Ini malam kita bedah kelambu! Jika bapakmu yang tolol itu tidak ingin anaknya dilamar baik, kita saksikan saja esok! Karena esok anak perawannya tidak perawan kembali!”
Tanpa basa basi Ta selekasnya buka bajunya sendiri, lantas lompat ke atas tempat tidur. Wulan dengan percuma meronta dan menjerit saat Ta menindih badannya yang telanjang bundar tanpa satu helai benang juga. Gadis itu bahkan juga tidak dapat sekedar untuk rapatkan pahanya yang terkangkang lebar.
Teriakan Wulan ketahan sumpalan celana dalam saat Ta meremas buah dada gadis itu dengan kerasnya. Rontaan dan teriakan gadis elok itu benar-benar tidak digubris. Ta selanjutnya tempatkan kejantanannya pas di muka bibir kemaluan Wulan.
“Diam Sayang! Jangan takut, sedap sekali kok! Kelak tentu kamu suka. Saat ini agar Kangmas mengambil perawanmu…” sekalian berbicara demikian Ta menusukkan kejantanannya masuk hangatnya keperawanan Wulan.
Selaput dara gadis itu berasa sedikit merintangi, tetapi bukan saingan untuk keperkasaan kejantanan Ta yang tetap menerobos masuk.
“Haanggkk..! Aahhkk..!” Napas gadis itu terputus-putus dan matanya yang bundar cantik terbelalak lebar saat Wulan rasakan perih mendadak menusuk selangkangannya.
Badan montok gadis itu tergeliat-geliat menggairahkan dengan napas terengah-engah sekalian terpekik ketahan-tahan saat Ta dengan gagah memacukan kejantanannya nikmati hangatnya kemaluan perawan Wulan yang dirasa demikian peret.
“Aahh… sedap sekali tempikmu… aahh… Wulaaanh… sedap kan Nduk..? Terus ya Nduk..?” Ta mendesah rasakan enaknya ambil kegadisan sang kembang dusun.
Wulan sekalian mendesah tidak terang menggelengkan kepala dan meronta berusaha menampik, tetapi semua upayanya percuma, dan gadis itu kembali terpekik dan tersentak karena Ta sekarang dengan kuat meremasi ke-2 payudaranya yang kuat melawan. Memang betul kataorang , gadis seperti Wulan benar-benar sangat memberikan kepuasan, mukanya yang elok, buah dadanya yang tegak melawan bergerak turun naik selaras napasnya yang terengah-engah, badannya yang montok telanjang bersimbah keringat, ke-2 pahanya yang mulus seperti pualam tersentak terkangkang-kangkang, bibir kemaluannya terlihat megap-megap dipenuhi kejantanan Ta yang demikian besar. Sementara dinding kemaluannya berasa seperti menyeruput-cucup setiap kali gadis itu terpekik ketahan.
Wulan dengan airmata berlinang mendesah meminta ampun, tetapi tusukan untuk tusukan terus membantai selangkangannya yang makin perih. Payudaranya yang umumnya kesenggol juga berasa sakit sekarang diremas-remas tanpa ampun. Belum juga rasa malu diikat dan ditelanjangi di depanorang yang tidak dikenalinya, lantas disetubuhi tanpa bisa berdaya. Rasanya seperti sekian tahun Wulan ditiduri tanpa sanggup menantang sedikitpun.
“Hhh..! Wulanh..! Wulaann..! Saat ini Mas membuat kamu hamil, sayangghh..! Aah… mengambil Nduk! Nih! Nih! Niih..!”
Tanpa bisa ditahan kembali Ta menyembur spermanya dalam hangatnya kemaluan Wulan sekalian semaksimal mungkin meremas ke-2 payudara gadis itu, membuat Wulan tergeliat-geliat dan terpekik-pekik ketahan sumpalan celana dalam di mulutnya. Kepala gadis itu berasa berputar-putar mengetahui dia akan hamil. Perlahan-lahan pandangan gadis itu jadi gelap.
Wulan kembali tersadarkan oleh dengusan napas di muka mukanya. Saat sebelum sadar seutuhnya, sengatan perih di selangkangannya membuat gadis itu terpekik dan meronta. Tetapi tangan dan kakinya tidak ingin bergerak, dan pekikan-pekikannya tidak bisa keluar. Dengan gaungs Ta memacukan lagi kejantanannya nikmati keperawanan Wulan. Ta tidak kuat kembali tidak untuk mencabuli lagi gadis itu, melihatinya terbaring telanjang bugil tanpa daya di atas tempat tidur. Pahanya yang putih mulus terkangkang seakan mengundang, bibir kemaluannya yang memiliki rambut jarang-jarang kelihatan berbercak merah, pertanda Wulan memang benar-benar masih perawan, semula.
Ke-2 payudara gadis itu berdiri yang tegak membubung, dengan puting susu yang kemerahan bikin gemas. Sementara mukanya yang manis dan berbau badannya yang wangi alami benar-benar membuat Ta lupa diri. Dengan istri muda seperti Wulan, dia tidak ingin tidur sesaat juga, tidak peduli gadis itu sukai atau mungkin tidak.
“Aah..! Ahk! Angkung (ampun)..! Aguh (aduh).. hakik (sakit).. angkung (ampun)..!” Wulan merintih-rintih tidak terang dengan mulut tersumpal celana dalam di antara jeritan ketahan.
Tanpa sanggup rapatkan pahanya yang terkangkang, gadis itu rasakan kemaluannya makin perih setiap kali Ta gerakkan kejantanannya. Setiap detik, setiap pacuan berasa demikian menyakitkan, Wulan mengharap lagi tidak sadarkan diri saja supaya setubuhian ini selekasnya berakhir. Tetapi gadis itu tanpa daya merasa kan sisi bawah badannya terus ditusuk-tusuk benda yang demikian besar.
Ta makin giat memacukan kejantanannya dalam hangatnya kemaluan Wulan yang peret dan menyeruput-cucup menarik. Istri anyarnya ini pandai memberikan kepuasan suami di atas tempat tidur. Apalagi jika kelak dibawa tidur ramai-ramai bersama satu atau dua istrinya lainnya. Memikirkan menyetubuhi dua atau tiga gadis sekalian membuat Ta makin semangat menyikat kemaluan Wulan, makin cepat, makin dalam.
Ta rasakan kejantanannya sentuh dasar kemaluan gadis itu jika disikatkan dalam-dalam. Wulan sendiri cuma mendesah terlihat pasrah menyembahkan kesuciannya pada Ta. Airmata gadis itu terlihat berlinang membasahi pipinya yang kemerahan. Badan montok gadis itu tergelinjang-gelinjang kesakitan setiap kali kejantanan Ta menyikat masuk ke kemaluannya yang demikian sempit. Dengan menggeram seperti macan menangkap mangsa, Ta dengan nikmat menyembur sperma dalam kehangatan badan Wulan yang terpekik ketahan-tahan.
Tadi malam jemu Ta secara gagahnya memerkosa Wulan, minimal 5 kali gadis itu ditiduri tanpa daya. Entahlah berapakah kali Wulan tidak sadarkan diri saat Ta capai pucuk, cuma untuk tersadarkan saat badannya dicicipi lagi dengan buasnya. Selangkangan gadis itu berasa perih dan panas, seperti ditusuk-tusuk besi yang merah membara. Payudaranya terasanya lecet diremas mati-matian, terserang sepoi-sepoi angin juga perih. Punggung gadis itu perih tergesek kuku Ta.
Tetapi siksaan tanpa welas asih itu tidak juga selesai, seperti tidak mengenali capek kejantanan Ta terus terus-menerus menyerang dalam-dalam, ke-2 tangannya seperti capit kepiting terus mencekram buah dada Wulan. Sementara gadis itu dengan tangan dan kaki terlilit kuat tidak sanggup berdaya, apalagi menghindari atau menghambat. Bahkan juga menjerit juga Wulan tidak sanggup, tenaganya telah habis dan sumpalan celana dalamnya sendiri membuat pekikannya cuma seperti erangan. Seperti beratus-ratus tahun Wulan dibikin bulan-bulanan tanpa daya.
Dari antara jendela yang tertutup, cahaya matahari pagi menerobos masuk. Dengan lemas Ta tiduran disebelah Wulan yang tersedu-sedu. Benar-benar hebat istri anyarnya ini, tadi malam jemu gadis ini sanggup layani suaminya. Dari jam tujuh malam sampai jam enam pagi, dalam sebelas jam gadis itu sanggup lima-enam kali memberikan kepuasan suaminya, walaupun harus sedikit dipaksakan. Jika saja tempo hari tidak meminum obat kuat, mungkin pagi hari ini Ta tidak bisa bangun. Sekalian tersenyum lebar, Ta bangun dan kenakan pakaian.
Perlahan-lahan Ta buka sumpalan mulut Wulan. Gadis tersebut masih telanjang bundar dengan tangan dan kaki terlilit terentang lebar.
“Nduk, jika menjadi istriku, kamu meminta apa tentu saya berikan. Ingin kalung? Gelang? Rumah? Sepeda motor? Jangan takut, sebagai istri orang kaya, semua kemauanmu akan terkabulkan.”
“Tidak mau… lepasin Wulan… Wulan ingin pulang..!” isak gadis itu menghiba.
“Rumah kita saat ini di sini Nduk, kamu telah menjadi istriku.” rayu Ta.
“Enggak… tidak ingin. Wulan ingin pulang !” gadis itu berusaha meronta tanpa hasil.
“Jangan buat suamimu ini geram, Nduk! Kamu telah menjadi istriku, saya bebas melakukan perbuatan apa sama kamu! Jangan keras kepala!” hebat Ta kesal.
Wulan sekalian terisak terus menggelengkan kepala. Berkali-kali godaan dan teror Ta tidak diacuhkan Wulan, membuat Ta marah.
“Baik, menjadi kamu tidak mau menjadi istriku. Baik, kamu sendiri yang meminta, Nduk! Jangan salahkan saya jika saya melakukan tindakan tegas!” kata Ta sekalian buka ikatan kaki Wulan.
Ta selanjutnya buka ikatan tangan gadis itu dari besi tempat tidur, tetapi ke-2 pergelangan tangannya masih tetap terlilit kuat. Lantas dengan menarik ujung tali yang mengikat tangan Wulan, Ta menggeret gadis yang telanjang bundar itu keluar kamar. Karena badannya masih lemas, Wulan tidak sanggup menampik dianya yang bugil digeret sampai ke jalan dusun yang sangat jelas.
“Hei, saksikan! Saksikan ini! Benar-benar malu-maluin!” hebat Ta sekalian menggeret gadis yang habis-habisan berusaha tutupi tertelanjangannya.
“Ada apakah Pak Ta? Apa yang terjadi?” bertanya beberapa orang dusun yang selekasnya saja mengerubungi ke-2 nya.
“Saksikan ini! Wanita ini telah membuat dusun kita terkontaminasi! Ia berzinah dengan lelaki! Saya dapati mereka di dalam rumah kosong di pinggir dusun! Sayang lelakinya kabur, tetapi saya mengetahui orangnya! Tentu kelak akan kita tangkap!” hebat Ta berkobar-kobar.
“Tidak! Tidak.. tolong..!” percuma Wulan berusaha menentang, suaranya ketelan ramainya situasi.
“Saksikan! Ini bukti wanita ini telah berzinah!” Ta menunjuk ke selangkangan gadis itu yang berbercak darah.
Keramaian orang bergumam dan menggangguk-anggukkan kepala.
“Tidak! Saya tidak ber…” pengucapan Wulan terputus oleh pekikan salah seorang.
“Membawa ke balai dusun! Agar dijatuhi hukuman tradisi di situ!” serunya.
Seorang lain menarik tali yang mengikat tangan Wulan dan menggeret gadis telanjang bundar itu ke arah balai dusun. Sepanjangnya jalan mereka berteriak-teriak, membuat makin banyak orang keluar dari rumah menyaksikan Wulan yang bugil digeret. Beberapa anak kecil berlari-lari meng ikuti sekalian tertawa-tawa menghina.
Di balai dusun, pas di tengah-tengah pendopo, tali pengikat tangan Wulan tarik ke atas dan diikatkan tiang di atasnya. Sekarang gadis telanjang bundar itu berdiri yang tegak dengan tangan terlilit ke atas. Wulan tahu jika hukuman untuk orang yang berzinah umumnya ke-2 nya ditelanjangi, selanjutnya diikat sepanjang hari di balai dusun. Seperti dianya saat ini, tetapi dia cuma sendiri dan dia benar-benar tidak berzinah. Gadis itu disetubuhi berulang-kali, lantas difitnah berzinah oleh pemerkosanya sendiri. Tetapi percuma gadis itu berusaha menentang, suaranya yang kecil lenyap ditelan ramainya orang disekelilingnya. Dan sekarang dia berdiri telanjang bundar sendiri dikitari belasan masyarakat.
Isakan tangis Wulan makin keras dengar tawa beberapa orang yang mengitarinya, memberi komentar mencela mengenai kemulusan badannya, buah dadanya yang ranum kemerah-merahan sisa diremas, bokongnya yang bundar, pahanya yang mulus. Isakan gadis itu berhenti saat sebuah truk stop di depan balai dusun. Sejumlah ibu-ibu yang turun dari truk bingung menyaksikan ke Wulan. Sebagian orang selanjutnya turunkan beberapa barang dari truk. Wulan tersadarkan, ini hari hari pasar, dan beberapa ratus orang akan bergabung cuma sejumlah mtr. darinya. Beberapa ratus orang akan menyaksikan dianya telanjang bundar tanpa tertutup satu helai benang juga.
Kepala gadis itu berasa berputar-putar, saat Ta berbisik di telinganya, “Merasai mengakibatkan jika kamu tidak ingin menjadi istriku! Saat ini semuanya orang tahu kamu tidak perawan, dan semuanya orang pernah menyaksikan kamu tanpa baju!”
Perlahan-lahan gadis itu kembali terisak dan berpikiran andaikan saja dia terima jadi istri Ta.