Cerita Sex Keperawaananku Sudah Dirusak Oleh Anak Sekolah

Video Rate:
0 / 5 ( 0votes )
14 views

Sesuatu hari, saya mendapatkan panggilan dari sebuah keluarga yang ingin supaya saya mengajarkan les anak tunggal mereka. Mereka tawarkan upah yang buatku sangat tinggi dan kurasa cukup buat mengongkosi kehidupanku diJakarta. Tanpa berpikir panjang kembali, selekasnya kuterima penawaran keluarga itu, dan kami sepakat jika saya mulai akan mengajarkan anak mereka esok sore harinya sehabis pulang kuliah.

Cersex Mertua – Keesokannya, aku juga tiba untuk memulai mengajarkan siswa baruku tersebut. Sesampai di dalam rumah itu, saya terheran menyaksikan arsitektur rumah itu yang seperti sebuah istana yang diperlengkapi taman hijau dan dikitari pagar terali yang lebih tinggi. Dibanding dengan rumahku di wilayah yang cuma ¼ luas rumah itu, apalagi tempat kosku yang kecil dan sempit, sudah pasti mempunyai rumah semacam ini telah jadi mimpiku semenjak kecil.

DING-DONG!! Kutekan bel pintu di samping pagar rumah tersebut.

“Siapa?” kedengar suara wanita di Interkom yang berada dari sisi bel pintu tersebut.

“Saya Erina, guru les private anak anda yang baru!” jawabku

“Oh, Erina! Mari, silahkan masuk!”

Mendadak, gerbang terali rumah tersebut terbuka. Aku juga selekasnya masuk ke. Pintu garasi tersebut terbuka dan keluarlah seorang wanita separuh baya, umurnya sekitaran 40-an tahun. Dari performanya yang necis mirip orang business-woman, jelas sudah jika dia ialah pemilik rumah ini. Wanita itu selekasnya menyongsong kedatanganku.

“Halo, Erina! Bagaimana beritanya?”

“Baik saja bu. Anda Bu Diana? Ibu Rendy?” tanyaku secara santun.

“Ya, benar! Mari masuk, kita berbicara di dalam!” katanya mempersilakanku masuk

Sekalian ke arah ruangan tamu, kami bercakap-cakap sesaat. Dari sana saya tahu jika bu Diana ialah pemilik Bridal Studio terkenal di Jakarta sekalian seorang pendesain gaun pengantin yang kerap pergi ke luar negeri untuk menyaksikan beberapa pameran di luar negeri. Bahkan juga, di tempat tinggalnya banyak terpampang piala penghargaan untuk pendesain di pameran luar negeri. Sementara suaminya ialah kepala cabang sebuah bank multinasional yang sekarang ini ada di Jerman. Karena itu dia tinggal berdua dengan anaknya di dalam rumah tersebut. Sering anaknya dipercayakan ke familinya jika bu Diana akan pergi ke luar negeri.

Aku juga dipersilakan untuk menanti di ruangan tamu sementara bu Diana mengambil minuman bagiku. Saya cuma terdiam menyaksikan hiasan-hiasan cantik di dalam rumah tersebut. Rasanya, harga salah satunya hiasan patung atau lukisan itu cukup buat mengongkosi uang kuliahku untuk satu semester.

“Hayo, kok justru melamun?” saya dikejutkan oleh suara bu Diana yang selekasnya menyuguhkan satu gelas es sirop bagiku.

“Eh… tidak… maaf, Bu!” saya tergagap salah kelakuan, tetapi bu Diana cuma tersenyum melihatku. Bu Diana selekasnya duduk di atas sofa ruangan tamu dimukaku.

“Nach, Erina. Kamu akan mengajarkan Rendy awal hari ini. Ibu berharap kamu dapat membenahi beberapa nilainya di sekolah.”

“Baik bu. Saya akan berusaha sebagus mungkin.”

“Saya suka menyaksikan semangatmu. Tetapi apa kamu tahan hadapi beberapa anak nakal?”

“Memang ada apakah, bu?” tanyaku ingin tahu

“Rendy saat ini duduk di kelas 2 SMP, umurnya tahun ini 14 tahun. Kamu ketahui, itu saat yang riskan untuk anak remaja. Nilai Rendy semakin menurun, dia seringkali habiskan waktunya buat bermain atau melihat di kamarnya.” Bu Diana terlihat menghela napas.

“, bu. Saya akan berusaha untuk membuat belajar. Saya percaya, nilai Rendy pasti selekasnya makin membaik.”

“Bagus. Performamu akan dipandang melalui beberapa nilai ujian semester mereka Juni ini.”

“Bermakna, lima bulan dari saat ini?”

“Betul. Nantikan sesaat ya, Erina? Ibu akan panggil Rendy dahulu.”

Saya menggangguk menyepakati. Bu Diana lantas bergerak pergi ke lantai atas. Selang beberapa saat, Bu Diana turun dan seorang anak lelaki. Muka anak itu cukup ganteng, menurutku. Badannya terlihat besar untuk anak sama usianya, bahkan juga semakin tinggi dariku. Tetapi wajahnya terlihat masam saat melihatku yang duduk didepannya.

“Mari, berikan salam ke Kak Erina! Awal hari inilah yang hendak jadi guru privatmu!”

“Rendy.” Anak itu terlihat acuh dan memberikan tangannya untuk bersalaman denganku.

“Erina, salam mengenal!” Saya berusaha tersenyum sekalian membalasnya juluran tangannya.

“Baik, mari antara kak Erina ke kamarmu dan memulai belajar!” perintah bu Diana, yang cuma dijawab oleh gerutuan dari Rendy. Saya tersenyum dan meng ikuti Rendy ke kamarnya. Semenjak hari itu, saya mulai mengajarkan Rendy sebagaiguru privatnya.

Hari untuk hari berakhir. Tidak berasa, telah tiga bulan berakhir semenjak hari tersebut. Setiap hari Senin sampai Jumat sore, saya terus mengajarkan Rendy sebagai guru privatnya dengan teratur. Semakin lama aku juga makin mengenali Rendy. Rendy kerap berkawan dengan beberapa temannya, tetapi sayang Rendy salah pilih pertemanan. Dia berkawan dengan beberapa anak nakal di sekolahnya. Saya sebelumnya pernah menyaksikan beberapa temannya yang nakal itu, mereka sering kali ajak Rendy untuk absen saat saya mengajarkan, yang sering dituruti olehnya, belum juga sikap mereka yang menurutku tidak santun atau langkah mereka berkawan lebih cenderung ke pertemanan bebas.

Saya selalu bersabar mengajarkan Rendy, tetapi anak itu betul-betul bandel. Setiap saya mengajarkannya, dia cuma memedulikanku atau bengong melamun. Semua pekerjaan yang kuminta untuk ditangani sebelumnya tidak pernah disentuhnya sama sekalipun. Parahnya kembali, seringkali kusaksikan kepingan DVD porno yang diselinapkannya di bawah kasurnya. Saya sebelumnya tidak pernah mempedulikan hal tersebut, karena pekerjaanku di sini untuk mengajarkannya bahan pelajaran, tidak untuk menceramahinya. Karena mungkin dampak DVD itu dan pertemanannya, ia kerap memikatku menjadi kekasihnya. Saya masih singgel, tetapi berpacaran dengan anak di bawah usia? Tidak pernah benar-benar tebersit dalam benakku untuk lakukan hal tersebut, apalagi Rendy ialah siswaku.

Kerap saya hampir kehilangan kesabaran karena tingkah Rendy, tetapi saya selalu terpikir akan janjiku pada bu Diana untuk membenahi nilai Rendy dan ingat ongkos yang dikeluarkan bu Diana untuk membayarku, telah cukup buat membuatku selalu tabah hadapi kebandelan Rendy.

Tetapi seberapapun saya berusaha meredam kesabaranku, ternyata kesabaran bu Diana mulai habis. Sesuatu hari, dia panggilku saat saya mengajarkan Rendy.

“Erina, saya berpikir kamu sudah mengetahui jika nilai Rendy sejauh ini benar-benar tidak makin membaik.” Katanya cukup keras

“Maaf, bu. Saya telah berusaha, tetapi Rendy…”

“Saya tidak ingin dengar argumen, Erina. Kamu ketahui berapakah gajimu tiap bulan kan? Saya mengharap pengeluaran itu setimpal dengan hasil kamu beri. Tetapi jika ini hasilnya, saya betul-betul kecewa…” katanya dengan suara cukup ketus

“Tapi…”

“Ini saja. Saya tetap berdasar pada janji saya untuk menilaimu melalui hasil Rendy pada semester ini. Jika nilainya belum juga makin membaik, saya mau tak mau cari pembina lebih sanggup.”

“Tetapi bu…” saya berusaha memberikan argument dengan Bu Diana.

“Biarlah Erina, saya harus pergi ke studio saat ini! Saya berharap, kamu dapat membenahi nilai Rendy secepat-cepatnya!” tegas bu Diana sekalian berakhir pergi keluar tempat tinggalnya.

Kata-kata bu Diana betul-betul membuatku mulai patah arang. Bagaimanakah cara gerakkan anak sebandel itu untuk belajar? Yang kutahu dia cuma tertarik sama games PlayStation dan koleksi film kepunyaannya, untuknya menggenggam buku pelajaran tentu lebih sulit dibanding berenang melewati samudra! Rasa patah semangat menyelimutiku saat saya memikirkan bagaimana mengongkosi kuliahku jika bu Diana meberhentikanku.

Dengan lemas, saya kembali lagi ke kamar Rendy untuk mengajarkan. Tetapi, sesampai di dalam kamar, saya menyaksikannya ketawa terpingkal-pingkal saat saya masuk kamarnya.

“Apa yang lucu?!” ketusku dengan muka masam.

“Ingin dikeluarkan ya, Kak? Kasihaan deeeh!” ledeknya sekalian ketawa.

Dengar olokan Rendy telah lebih dari cukup buat membuat kemarahanku yang telah lama terkubur, meletus saat itu juga.

“Kamu penginnya apa sich?! Kakak telah memberimu keterangan dan latihan-latihan, tetapi benar-benar tidak digubris!! Bagaimana nilaimu dapat bagus jika kamu sebelumnya tidak pernah belajar!! Tiap hari yang kamu ketahui hanya bermain games atau bengong saja!!” gertakku pada Rendy. Saya betul-betul merasa geram dan dimainkan oleh anak tersebut. Tetapi Rendy cuma tersenyum dengar gertakanku tersebut.

“Oke dech, jika Kakak penginnya demikian. Rendy akan meminta Mami untuk cari guru baru. Kakak mencari saja siswa yang ingin menurut!!” Katanya dengan tinggi hati.

Saat itu juga itu saya roboh ke lantai, air mataku menetes karena patah semangat. Saya harusnya bayar ongkos kuliahku bulan kedepan yang direncanakan akan kubayar dengan gajiku bulan ini. Jika saya dihentikan saat ini, bagaimana caraku untuk bayar uang itu? Mustahil minta kiriman uang dari keluargaku, saya tidak mempunyai famili di Jakarta dan apalagi tidak mungkin teman-temanku ingin pinjamkan uang untuk mahasiswi miskin sepertiku ini? Sebetulnya banyak mahasiswa yang tertarik padaku dan ingin jadi kekasihku. Bisa jadi saya pinjam uang pada mereka, tetapi saya tidak ingin jika harus berhutang budi dari mereka, bisa jadi itu jadi argumen mereka untuk memaksakanku jadi kekasih mereka.

Pikiran jika saya harus stop kuliah membuatku bimbang dan patah semangat. Aku juga menangis terisak di depan Rendy.

“Waah, justru nangis… Dasar gembeng!” ledek Rendy saat melihatku menangis, tetapi itu tidak hentikan isak tangisku.

“Oke, oke. Saya ingin belajar, tetapi kakak harus mengikuti permintaanku, Oke?!” Rendy mulai merayuku.

“A…apa yang kamu ingin?!” jawabku sekalian terisak.

“Pertama, kakak berdiri dahulu ya?” Rendy menggenggam tanganku dan menolongku berdiri. Aku juga selekasnya bergerak bangun. Kusaksikan mata Rendy terlihat menggerayangi lekuk badanku. Dia lantas jalan berputar mengelilingiku. Aku juga mulai resah menyaksikan tingkah anak tersebut.

“Telah! Jangan putar-putar terus-terusan! Kepala kakak pusing tahu!! Kamu penginnya apa sich?!” gertakku tidak sabaran.

“Kak, Rendy ingin tahu deh…” ungkapkan Rendy.

“Apanya?!”

“Kakak itu cewek kan?”

“Lantas mengapa? Bukanlah jelas sudah kan?!” jawabku kecewa.

“Jika demikian, kakak punyai memek doong…” balas Rendy dengan suara menghina.

“Rendy ingin tahu nih… Memek kakak serupa tidak ya, dengan memek cewek-cewek yang kerap kusaksikan di beberapa film porno?” lanjutnya dengan rileks.

Oh, astaga! Seperti kesambar petir, saya betul-betul geram dengar perkataan Rendy tersebut. Kepribadian anak ini betul-betul telah remuk benar-benar!! Bagaimana dapat ia bertanya hal semacam itu dimuka seorang gadis dengan rileksnya? Anak ini betul-betul telah terlalu batasan!

PLAAK… Tanpa sadar kutampar pipi kiri Rendy sampai anak itu jatuh ke lantai. Rendy juga mendesah kesakitan.

“Aduh, sakiit…” rintihnya perlahan.

Ya ampun! Apa yang sudah kulakukan? Sebentar saya langsung tersadarkan, tetapi telah telat. Pukulanku telah terburu landing di pipi Rendy. Menyaksikan Rendy yang jatuh, aku juga merasa makin cemas. Selekasnya kuhampiri Rendy yang tetap mendesah di lantai.

“Rendy, Rendy! Kamu tidak apapun kan?! Maaf ya, kakak tidak menyengaja. Maaf…” tanyaku kuatir.

Saya berusaha memegang tangan Rendy, tetapi dia selekasnya menepiskan tanganku.

“Pergi sana! Rendy akan adukan kakak ke Mami!! Agar kelak kakak dituntut ke polisi!!” teriaknya.

“Rendy… Kakak meminta maaf ya? Kakak betul-betul tidak sengaja…” saya betul-betul cemas dengar teror Rendy, yang memungkinkan jadi realita ingat keluarganya yang cukup terpandang.

“Tidak mau! Pergi sana!! Nantikan saja sampai Mami pulang, Kakak tentu kulaporkan!” mengancam Rendy satu kali lagi. Rendy selekasnya bergerak, akan keluar kamarnya.

Saya betul-betul patah semangat dan ketidaktahuan. Permasalahan yang tiba mendekatiku silih ganti. Bagaimana ini? Awalnya, teror pemberhentianku telah diambang mata dan saat ini justru saya terancam dituntut oleh keluarga kaya ini. Pikiranku mulai buntet dan tanpa berpikir panjang kembali, kutarik tangan Rendy untuk menghambatnya keluar kamar.

Cerita Lainnya:   Pasangan Hidup Teman Lamaku

“Nantikan Rendy!! Kakak akan mengikuti keinginan Rendy! Apapun itu! Tetapi tolong jangan adukan kakak ke bu Diana!” bujukku pada Rendy.

Langkah kaki Rendy berhenti sesaat. Rendy lantas melihat melihatku.

“Betul nih? Kakak tidak berbohong kan?” tanyanya tidak yakin.

“Iya, iya! Kakak janji! Tetapi hanya sekali ini saja ya!” jawabku patah semangat.

“Oke dech jika demikian. Rendy ingin saksikan memek kakak sekarang ini. ” Perintahnya padaku.

“Tetapi hanya saksikan saja ya! Jangan beberapa macam!”

“Iya, deeh…” jawab Rendy senang.

Saya lantas berdiri dimuka Rendy, pelan-pelan kunaikkan rok putihku yang selutut di depan anak tersebut. sampai pada akhirnya rokku capai pinggul, memperlihatkan pahaku dan celana dalam pink berendaku secara jelas. Rendy terlihat kagum saat menyaksikan celana dalamku yang tetap tutupi selangkanganku.

“Nantikan Kak! Jangan bergerak dahulu!” perintah Rendy tiba-tiba. Aku juga tidak punyai alternatif lain selainnya memperlihatkan celana dalamku di depan Rendy.

Hatiku campur baur saat menyaksikan mata Rendy yang terlihat berbinar-binar kagum menyaksikan celana dalamku. Aku juga dapat dengarnya menelan ludah. Tentu ini pengalaman pertama kalinya menyaksikan celana dalam seorang gadis yang asli. Kurasa sejauh ini ia cuma menyaksikan celana dalam wanita melalui film pornonya saja.

Dia terlihat grogi sekalian suka menyaksikan celana dalamku. Sementara jantungku berdegap kuat sekali waktu ingat seorang anak kecil sedang memperhatikan celana dalamku secara cermat. Mukaku saat ini tentu sudah lebih merah dari buah tomat yang masak karena malu.

Rendy melihat sesaat ke belakang sekalian menghela napas. Kurasa dia sangat grogi karena dari barusan memperhatikan celana dalamku pas dimuka mukanya. Tetapi, dia selekasnya melihat lagi menyaksikan celana dalamku dan ini kali kusaksikan tatapan matanya yang secara eksklusif memperhatikan bayang-bayang vaginaku dibalik celana dalamku. Tatapan matanya yang memperhatikan secara cermat memberikan kesan yang aneh. Tidak pernah kusaksikan tatapan matanya seserius tersebut.

Makin lama, kepalanya makin maju sampai masuk rokku dan nampaknya dia betul-betul nikmati waktu memperhatikan celana dalamku. Saya dapat rasakan dengan terang detak jantungku yang berdegap makin kuat. Saya merasa kebingungan kenapa jantungku dapat berdetak sekencang itu karena hanya Rendy sedang memperhatikan celana dalamku? Aduuh… seandainya saja saya tidak menamparnya barusan, sesalku dalam hati.

“Rendy, telah ya… Kakak telah lelah nih…” bujukku pada Rendy.

“Belum kak. Kakak belum juga memenuhi janji kakak!” protesnya padaku.

“Apalagi, sich, Rendy?!”

“Saya ingin menyaksikan memek kakak! Bukanlah barusan kakak janji untuk mengikuti kemauanku? Mari, membuka celana dalamnya donk kak!” pintanya padaku.

“Tapi… tapi…” saya berusaha cari argumen untuk menampik keinginan Rendy, tetapi pikiranku buntet sama sekalipun. Memang betul barusan Rendy sebelumnya sempat berbicara jika dia ingin menyaksikan kewanitaanku. Tetapi bagaimana juga, saya merasa sangat berkeberatan jika seorang anak kecil menyaksikan vaginaku yang selalu kujaga baik untuk suamiku di masa datang.

“Mari, kak! Jika tidak saya akan memberikan laporan kakak ke Mami lho!!” gertaknya satu kali lagi. Saya sadar, saya mustahil lolos dari keinginan Rendy.

“Iya dech! Tetapi hanya sesaat saja ya!” gerutuku. Saat dengar kata ‘melapor ke Mami’, saya telah kalah mutlak tidak dapat menentang atau menampik keinginan anak ini.

“Oke dech!!” serunya dengan ria sesudah mendapatkan ijin dariku. Tanpa menanti lama, dia selekasnya merosotkan ke-2 segi celana dalamku dan turunkan celana dalamku sampai celana dalamku tergulung di pahaku. Saat ini, tanpa perlindungan apapun itu, kewanitaanku terpajang terang di depan Rendy yang sekarang mengubah perhatiannya ke vaginaku.

Pikiran dalam hatiku kacau. Apa yang sebetulnya kulakukan? Tidakkah bu Diana membayarku untuk mengajarkan les private anaknya? Tetapi realitanya saat ini, celana dalamku telah diambil turun oleh siswaku sendiri yang sekarang sedang repot memperhatikan kewanitaanku. Jika bu Diana ketahui ini, saya tidak tahu apakah yang akan dilakukan padaku. Sekurang-kurangnya saya cukup untung karena bu Diana tidak ada di rumah sekarang ini, menjadi saya tidak butuh cemas akan ketahuan olehnya.

“Waah, berbeda dengan memek cewek-cewek di film porno. Memek kakak bersih ya! Tidak ada rambut-rambutnya!” puji Rendy padaku.

Sudah pasti! Saya paling jaga dan menjaga wilayah kewanitaanku sebagus mungkin. Saya selalu teratur bersihkan vaginaku dan cukur rambut kemaluanku. Tidak mungkin vaginaku dipersamakan vagina beberapa wanita dalam video porno yang jelas tidak dirawat teratur! Pikirku kecewa.

“Hei, Rendy. Cukup ya?” pintaku pada Rendy.

“Sesaat lagi, ya. Kak!”

Ampuun! Saya betul-betul terjerat! Memperlihatkan kewanitaanku dimuka anak SMP telah lebih dari cukup buat membuatku malu sepanjang umur! Saya tidak berani memikirkan jika ada orang yang menyaksikan ini. Tubuhku berasa panas dan keringatku mulai mengalir deras karena hanya kewanitaanku dilihat oleh Rendy. Apalagi ingat jika saya semestinya mengajarkannya dalam pelajaran, bukan justru memberikannya tontonan yang tidak patut semacam ini.

“Waah… kok memek kakak lama-lama semakin basah sich?!” bertanya Rendy mendadak.

“Ah… Eh?!” tiba-tiba saya sadar dari lamunanku, saat tersebut saya baru mengetahui jika jemari telunjuk Rendy telah sentuh bibir vaginaku. Ujung jemari Rendy mulai masuk sedikit di dalam lubang vaginaku dan memulai menggosoki bibir vaginaku yang telah basah karena limpahan cairan cintaku tanpa sadar.

“AAH!!! Hei!! Stop, Rendy!!!” saya betul-betul cemas menyaksikan jemari Rendy di vaginaku tersebut. Saya takut jika keperawananku justru terenggut oleh jari-jari Rendy. Tetapi Rendy tidak stop.

“Rendy! Cukup, hei!! Bukanlah kamu janji cuma menyaksikan saja?!” protesku pada Rendy.

“Aargh! Bising! Diam saja! Jika tidak, kutusukkan jariku kedalam memek kakak dalam-dalam, memahami?!” gertak Rendy padaku.

Saya betul-betul takut. Rendy memang menggenggam kendalian sekarang ini, ditambah dengan jarinya yang repot mainkan bibir vaginaku, gampang saja untuknya untuk memperawaniku dengan jarinya. Saya berpikiran dibanding saya disetubuhi jari-jari Rendy, mungkin lebih bagus jika saya mengikuti tekadnya. Saya menangis lagi terisak, tetapi Rendy tidak mempedulikan tangisanku, dia justru menggosokikan jarinya di selang vaginaku dengan perlahan. Saat tersebut saya tersentak sebentar rasakan kepuasan gosokan jemari Rendy di vaginaku. Jujur saja, ini adalah pengalaman pertama buatku rasakan kepuasan semacam itu karena saya sebelumnya tidak pernah beronani sebelumnya. Aku juga merasa tenagaku untuk berontak musnah saat itu juga.

“Ah… ohh… aakh…” tanpa sadar, saya mendesah nikmat karena gosokan jemari Rendy.

“Ada apakah, Kak?!” bertanya Rendy padaku.

“Aahh… hentikan… Rendy… jangan… auuch…” Suaraku mulai bersatu dengan lenguhanku.

“Lho, kok kakak ingin stop? Bukanlah rasanya sedap Kak?” balasnya 1/2 menghina.

“Eegh… itu… itu…” tanpa sadar, aku juga melepas rokku yang dari barusan kupegang, tetapi Rendy selekasnya menyibakkan rokku kembali. Rendy terus memperhatikan mukaku untuk menyaksikan reaksiku, saya berusaha tidak melihat mukanya, meskipun kadang-kadang dapat kusaksikan dia tersenyum dengan reaksiku.

Tubuhku berasa sempoyong ke belakang, tempat meja belajar Rendy ada. Aku juga menyandar diri di atas meja belajar itu dan ke-2 tanganku menggenggam bibir meja itu supaya saya tidak jatuh. Rendy saat ini memegang rokku dan memencetnya di perutku, hingga rokku tersibak dan vaginaku terpajang makin terang.

“Nach, kita awali saat ini ya, Kak?” katanya padaku dan dia mulai percepat gosokannya di bibir dan celah-celah vaginaku. Aku juga tak lagi menampik. Apalagi, saya tidak mau Rendy hentikan kegiatannya sekarang ini, saya telah telanjur terkuasai kepuasan yang menerpa badanku

“Ouchhh… aahh… aahhh…” desahku meredam kepuasan di vaginaku, akal sehatku telah musnah dan saya seutuhnya terkuasai oleh kepuasan di kewanitaanku. Entahlah kenapa, bukti jika yang mengocak vaginaku ialah siswaku sendiri yang SMP justru membuatku makin bergairah.

“Aduuh… aw… aw… aww…” rintihan-rintihan kepuasan keluar mulutku sesudah 3 menit berakhir semenjak bibir kewanitaanku dilayani oleh jari-jari Rendy. Aku juga tidak tahan kembali, saya merasa akan selekasnya capai orgasmeku untuk pertamanya kali. Tetapi, mendadak kedengar suara decitan mobil di pelataran rumah. Bu Diana sudah pulang! Saya dan Rendy selekasnya hentikan aktivitas kami, dan saya selekasnya membereskan celana dalam dan rokku kembali. Kami lantas segera lagi ke meja belajar untuk meneruskan les. Meskipun saya merasa cukup sedih karena hampir saja capai orgasme, tetapi saya masih tetap meneruskan mengajarkan Rendy meskipun situasi hatiku sangat bimbang waktu itu.

Pada akhirnya aku juga usai mengajarkan Rendy hari tersebut. tetapi harus kuakui, Rendy terlihat lebih semangat memerhatikan keteranganku setelah peristiwa tersebut. Namun saya terlihat kacau-balau karena beberapa hal yang terjadi hari tersebut. Tetapi bagaimana juga saya tetap mengucapkan syukur karena selaput daraku tidaklah sampai robek karena tingkah Rendy barusan. Saat sebelum pulang, Rendy sebelumnya sempat pinjam Smartphoneku. Argumennya, dia ingin mengirim beberapa lagu baru bagiku, aku juga cuma menyetujui saja keinginan Rendy tersebut. Sesudah Rendy kembalikan Smartphoneku, aku juga selekasnya pamit ke bu Diana dan pulang ke arah tempat kosku. Saya mengharap semua peristiwa ini hari hanya mimpi jelek semata-mata.

Keesokannya, aku juga terjaga pada kondisi bimbang. Sepanjang malam saya coba tidur, tetapi di kepalaku selalu terpikir peristiwa tempo hari sore di dalam rumah bu Diana. Mengakibatkan, dapat diterka, saya betul-betul merasa sangat lemas dan lemas.

Aku juga coba menyetel lagu yang tempo hari diberi Rendy padaku untuk mempercerah situasi. Saya lantas buka smartphoneku untuk dengarkan lagu. Tetapi saya tidak temukan satu juga file musik baru di smartphoneku, malah, beberapa lagu koleksiku banyak yang terhapus. Ingin tahu, aku juga mengecek isi smartphoneku. Saat ini, pada bagian video, justru ada sebuah video yang memiliki ukuran extra besar. Ingin tahu dengan video di smartphoneku, aku juga mulai putar video tersebut.

Astaga! Saya betul-betul kaget 1/2 mati saat menyaksikan diriku yang memperlihatkan celana dalam di depan Rendy terekam dalam video itu dan bagaimana Rendy mainkan jari-jarinya di vaginaku kelihatan dengan sangat terang dari samping. Saat tersebut saya baru ingat jika saat saya memperlihatkan selangkanganku, sebuah handycam punya Rendy terkapar di tempat tidurnya yang terdapat selain meja belajarnya. Bermakna, Rendy secara sembunyi-sembunyi sukses merekam episode mesumku!

Tidak terpikir bagaimana hatiku waktu itu. Rasa lemas dan lemas yang serangku dari pagi sekarang ditambahkan rasa kuatir dan takut jika video itu ditebarluaskan, apalagi mukaku terlihat terang dalam video tersebut. Saya kebingungan, apa yang perlu kulakukan? Bagaimana jika video itu telah ditebarluaskan? Saya tentu dihentikan dari kampus. Parahnya kembali, saya pasti dipandang seperti wanita rendahan oleh warga. Bagaimana caraku menerangkan pada keluargaku mengenai video itu?

Bayang-bayang-bayangan itu terus kacau di dalam pikiranku sepanjang hari penuh. Walau bagaimanapun, sore harinya saya pergi lagi ke arah rumah bu Diana untuk mengajarkan Rendy.

Saat saya tiba, bu Diana belum juga pulang karena harus menuntaskan project di studionya. Aku juga selekasnya menjumpai Rendy untuk menuntaskan permasalahan ini. Kebenaran, Rendy yang membuka pintu bagiku. Seakan dia telah lama menanti kedatanganku.

“Halo, Kak Erina. Bagaimana, video clip lagunya bagus tidak?” tanyanya dengan suara menghina.

“Rendy, mengapa kamu sekejam itu dengan kakak?! Untuk apa kamu record video beginian sich?! Belumlah cukup kamu permainkan kakak tempo hari?!!” jawabku dengan hati kecewa bersatu kuatir.

“Waah, mengapa Rendy disebut permainkan kakak? Bukanlah tempo hari kakak kelihatan nyaman saat saya layani?” Mata Rendy terlihat makin merendahkanku.

“Biarlah! Mana videonya? Cepat beri ke kakak!!” perintahku.

” kak, videonya Rendy taruh secara baik kok . Maka kakak tenang saja!”

Saya mengepalkan tanganku, meredam beragam jenis emosi yang naik-turun di dalam hatiku. Hampir saya menangis lagi karena rasa kuatir yang makin kuat mencekram diriku, tetapi saya berusaha menahan diri. Saya sadar saya tidak dapat ambil jalan kekerasan untuk hadapi Rendy, karena justru akan membuat masalahku tambah runyam.

Cerita Lainnya:   Cerita Sex Kunikmatin Perkenalan Ini Dengan Ngesex

“Oh ya, Rendy belum menunjukkan videonya pada orang lain. Waah, sangat sayang ya kak? Walau sebenarnya videonya bagus kan?” sambungnya.

Dengar pengakuan Rendy itu, saya merasa menyaksikan sececah sinar dan keinginanku sedikit sembuh. Tetapi masih saya merasa tegang dan kuatir. Aku juga berusaha merayu Rendy untuk memberikan video itu padaku.

“Rendy, kakak minta… beri video itu ke kakak, ya? Tolong jangan sakiti kakak lagi…” saya meminta minta welas asih pada Rendy.

“Hmm… jika demikian, kakak harus ingin mengikuti perintahku kembali, saya janji akan memberi videonya ke kakak.”

“Kakak minta, Rendy… Jangan lagi…” air mataku mengalir lagi saat dengar persyaratan yang disodorkan Rendy. Bermakna saya harus merendahkan lagi diriku didepannya.

“Kakak ingin atau mungkin tidak?! Jika tidak, ya telah! Kakak dapat menyaksikan videonya pada internet esok pagi.” Ketusnya tanpa mempedulikan hatiku.

Aku juga tidak punyai alternatif lain, selainnya mengikuti tekad Rendy. Nampaknya sia-sia saja saya berusaha minta welas asih anak ini. Yang berada di pemikirannya sekarang ini tentu hanya kemauan untuk permainkan diriku satu kali lagi. Mau tak mau saya harus layani permohonannya kembali supaya video itu kudapatkan.

“Baik, kakak mengerti… Kakak akan mengikuti perintahmu, tetapi kamu harus janji akan memberi video itu ke kakak!” jawabku memberikan kesepakatan.

“Kelar, Kak!” Ini kali Rendy terlihat riang sekali saat dengar kalimat persetujuanku tersebut.

“Nach, saat ini apa yang kamu ingin?!” Tanyaku tidak sabaran

“Nantikan sesaat donk Kak… Jangan cepat-cepat! Jika saat ini tentu hanya sesaat karena Mami sesaat lagi pulang.”

“Lantas, kamu penginnya kapan?”

“Nach, kebenaran dua hari kembali Mami akan pergi ke luar negeri, masalahnya Mami akan memeragakan baju pengantin bikinannya di pameran.”

“Lantas mengapa?”

“Kebenaran pekan kedepan ada ulangan yang terpenting, menjadi saya bisa ada di rumah ini sampai mami pulang. Sepanjang itu, saya ingin kakak untuk tinggal bersamaku di dalam rumah, sekalian mengajarkanku! Bagaimana? Kita dapat bergembira sampai senang kan, Kak?”

“Memang sampai kapan bu Diana berada di luar negeri?” tanyaku kembali.

“Yaah, karena Mami ingin bertemu Papi di Jerman, karena itu Mami ada di sana sepanjang dua minggu.”

“Tetapi apa bu Diana akan meluluskan kakak untuk tinggal di sini?”

“, kak! Agar kelak Rendy yang berbicara dengan Mami.” Katanya memberikan keyakinanku.

Saya menghela napas sesaat sekalian berpikiran mengangsung-nimbang keinginan Rendy. Sebetulnya saya tidak demikian rugi jika saya bermalam di dalam rumah bu Diana. Saya dapat mengirit uang kosku sepanjang 1/2 bulan jika saya bermalam di dalam rumah bu Diana. Apalagi saya akan semakin dapat memantau Rendy untuk belajar hadapi ujian semesternya yang semakin merapat, dengan demikian, saya dapat mendapatkan peluang untuk amankan pekerjaanku. Sebetulnya yang penting kulakukan hanya pastikan jika Rendy tidak “mengerjaiku” lebih kronis dari tempo hari.

“Baik, kakak sepakat. Tetapi kamu harus juga janji, kamu harus belajar yang rajin sepanjang kakak ada di rumahmu.” Anggukku sekalian memberikannya penawaran.

“Berees, kak! Asal kakak ingin menurutiku sepanjang itu, saya tentu belajar!” jawabannya secara semangat.

“Iya, iya…” balasku dengan hati cukup lega.

Kami lantas selekasnya bergerak ke kamar Rendy dan aku juga mulai mengajarkannya. Tetapi ini hari ada yang berlainan dari Rendy. Dia terlihat lebih serius dan semangat saat memerhatikan keteranganku. Kurasa ia cukup suka saat dengar saya akan bermalam di tempat tinggalnya dua hari . Selang beberapa saat, kudengar suara bu Diana di lantai bawah.

“Nach, Mami telah pulang! Kakak nantikan sesaat ya! Saya ingin berbicara dahulu dengan Mami!” Rendy selekasnya bergerak dari kursinya dan keluar kamarnya tanpa mempedulikanku. Sayup-sayup kudengar suara pembicaraan Rendy dengan bu Diana, tetapi saya tidak bisa dengar secara jelas apa yang mereka ucapkan. Sekalian menanti Rendy, saya menyiapkan beberapa soal latihan yang hendak kuberikan buatnya kelak.

Sekitaran 5 menit selanjutnya, Rendy kembali lagi ke kamarnya dengan bu Diana.

“Halo, Erina. Rendy minta saya untuk mengizinkanmu ada di rumah ini sepanjang saya tidak di rumah.”

“Eh? I… iya, bu Diana! Rendy memberitahukan saya jika dia ingin mendapatkan les tambahan dari saya sepanjang bu Diana tidak dirumah… Ucapnya… untuk penyiapan ujian semester…” ujarku dengan cukup grogi.

“Wah, kebenaran sekali jika demikian! Masalahnya tante Rendy akan turut ke Jerman. Karena itu barusan saya sebelumnya sempat ajak Rendy untuk turut. Tetapi sebab ada ulangannya yang terpenting, Saya menjadi ragu.”

“Jadi?” tanyaku

“Jika kamu ingin, Saya membolehkan kamu tinggal di sini sepanjang saya tidak di rumah. Tetapi saya minta kamu untuk mengurusi Rendy sepanjang tersebut. Sebagai penggantinya, saya akan beri tambahan bonus untukmu di bulan akhir ini. Bagaimana?” Jawab bu Diana memberi penawaran.

“Baik, bu Diana. Saya sepakat!” anggukku sekalian tersenyum. Saat ini saya mendapatkan keuntungan tambahan dengan terima penawaran Rendy. Sama bonus yang disiapkan bu Diana dan penghematan uang kosku sepanjang 1/2 bulan, saya dapat menambahkan uang tabunganku sekalian mengongkosi beberapa kepentinganku bulan kedepan.

“Baguslah! Jika demikian, Erina, tolong kamu persiapkan barang-barangmu yang hendak kamu membawa untuk tinggal di sini. Lusa kelak saya akan jemputmu saat sebelum kamu mengajarkan Rendy.” Tutur bu Diana.

“Iya, bu Diana!” saya menyetujui keinginan bu Diana.

Sesudah menuntaskan pekerjaanku hari itu, saya segera pulang untuk memulai mengepak barang-barangku. Untunglah saya tidak banyak memiliki barang selainnya baju dan peralatan-perlengkapan kecil punyaku. Saya memberitahukan pemilik rumah kosku jika saya akan berpindah sepanjang 1/2 bulan. Sukurlah mereka ingin memahami dan siap menyimpankan kamar buatku jika saya kembali.

dua hari selanjutnya, bu Diana dan Rendy juga tiba jemputku saat sebelum saya mengajarkan Rendy. Saya lantas diantarkan ke rumah mereka. Saya dibolehkan untuk tidur di dalam kamar tamu di lantai bawah. Malam harinya, saya dikasih tahu bu Diana beberapa tugasku di dalam rumah itu sepanjang bu Diana di luar negeri. Saya disuruh untuk kerjakan sejumlah tugas rumah tangga seperti mengolah, membersihkan dan bersihkan rumah. Saya telah terlatih mengolah dan membersihkan sendiri semenjak kecil, karena itu pekerjaan ini tak lagi sesusah yang kubayangkan. Apalagi untuk kepentingan setiap hari, bu Diana telah memerintah anak buahnya untuk mengantarkan bahan makanan dan supir studio untuk mengantar-jemput kami. Jika ada sesuatu hal yang lain yang dibutuhkan, saya perlu menghubungi studio untuk minta kontribusi mereka.

Keesokannya, bu Diana telah pergi saat saya pulang dari kuliah. Hingga cuma ada saya dan Rendy sendiri di dalam rumah. Saya selekasnya ke arah kamar mandi untuk bersihkan badanku. Sehabis mandi, saya betul-betul kaget saat menyaksikan semua baju punyaku lenyap. Cuma ada satu aktor yang bisa lakukan ini! Saya lantas tutupi badanku dengan selembar handuk yang untungnya, tidak sebelumnya sempat diambil oleh “maling” tersebut. Saya selekasnya naik ke lantai atas untuk ambil lagi baju punyaku.

“Rendy! Reendyy!! Membuka pintunya!” Seruku sekalian mendobrak kamar Rendy. Pintu kamar itu sedikit dibuka dan muka Rendy ada dari antara pintu kamar tersebut.

“Ya, ada apakah kak?!” tanyanya padaku. Tetapi matanya selekasnya melihat badanku yang cuma berbalutkan sebuah handuk dan dia tersenyum cengengesan menyaksikan kondisiku.

“Wah, waah… Kakak tidak sabaran ya?” tanyanya sekalian ketawa kecil.

“Huuh! Dasar usiil!! Mari, balikkan pakaian kakak!!” gerutuku.

“Lhooo… memang pakaian kakak kuambil? Adakah faktanya?”

“Jika bukan kamu siapa lagii? Telah, mari cepat balikkan pakaian kakak!”

“Kak, jika mendakwa orang tanpa bukti itu tidak bagus lho! Hukumannya, saya tidak ingin memberitahukan di mana kusembunyikan pakaian kakak, Hehehe…” Rendy tersenyum menghinaku dan tutup dan mengamankan pintu kamarnya di depanku.

“Aah! Hei, Rendy! Nantikan duluu…” protesku, tetapi Rendy telah terburu tutup pintu kamarnya sekalian menghinaku dibalik pintu.

Aku juga mau tak mau menggigil kedinginan, temperatur di dalam rumah itu dingin sekali karena dipasang AC, ditambahkan lagi saya barusan mandi dan saat ini badanku cuma tertutupi oleh selembar handuk saja. Sepanjang beberapa saat saya terus mendobrak pintu kamar Rendy dan berusaha merayunya, tetapi dia benar-benar tidak menggubrisku.

“HATSYII…!!!” Karena tidak biasa, aku juga bersin karena pilek karena temperatur dingin tersebut.

“Kak! Kakak pilek, ya?” mendadak kedengar suara Rendy dari kembali pintu.

“I… iya… Rendy, tolong…. balikkan baju kakak… di sini dingin sekali… kakak tidak tahan…”

“Oke dech, tetapi kakak harus ingin menggunakan baju yang kuberikan ya!”

“Iya… iya… cepat doong…. Kakak kedinginan disini…” pintaku pada Rendy

Rendy kembali keluar kamarnya. Dia menyaksikan sekujur badanku yang menggigil kedinginan. Anehnya, raut mukanya terlihat berbeda, dia tak lagi terlihat suka atau senang mengerjaiku. Sekarang dia terlihat cukup resah.

“Haa… HATSYII!!!” kembali saya bersin didepannya. Kusaksikan raut mukanya makin kuatir saja menyaksikan kondisiku.

“Mari Kak, turut denganku!” pinta Rendy padaku yang selekasnya kuturuti saja.

Rendy membimbingku ke ruangan disamping kamarnya. Pintu ruangan itu digembok, tetapi Rendy selekasnya buka pintu itu dengan kunci pada tangannya. Demikian saya masuk, saya kagum menyaksikan beberapa puluh lembar gaun pengantin putih dalam beragam ukuran dan mode yang bergantung rapi di dalam kamar tersebut. Beragam aksesori pengantin wanita teratur rapi bersama gaun-gaun tersebut. Ternyata kamar itu ialah kamar design bu Diana sekalian tempatnya simpan hasil perancangannya yang belum sempat dikirimkan ke studio.

“Kak, saya meminta kakak menggunakan pakaian tersebut. ” tutur Rendy sambil menunjuk ke satu helai gaun pengantin putih yang terpasang dalam suatu mannequin.

“Apaa?! Mengapa kakak harus menggunakan pakaian semacam itu? Memang kakak ingin menikah, apa?!” jawabku 1/2 tidak yakin, 1/2 ketidaktahuan.

“Ya, telah! Jika kakak tidak ingin, kakak bisa menggunakan handuk hanya itu kok!” balas Rendy.

“Iyaa! Dasar!! Kamu mintanya yang serba aneh saja!!” ujarku cukup kecewa. Mau tak mau kuturuti keinginan Rendy, dibanding pilekku makin kronis.

“Oh ya Kak!”

“Apa lagii?”

“Bajunya yang komplet ya, Kak! Masalahnya pakaian itu telah 1 set dengan aksesorisnya!” pinta Rendy.

“Janganlah lupa untuk merias diri kosmetik Mami ya Kak! Telah kusiapkan lhoo…” paparnya.

Saya menghela napas dan tutup pintu kamar tersebut. Memang kusaksikan gaun itu diperlengkapi mahkota, sarung tangan, bahkan juga stoking dan sepatu yang semua warna putih susu. Hebat! Sesaat saya takjub dengan kecerdasan bu Diana saat membuat gaun itu, formasi yang diaturnya betul-betul cocok. Saya lantas mengikuti perintah Rendy untuk menggunakan semua baju itu dengan komplet. Berat buatku memang, karena saya tidak pernah menggunakan gaun pengantin sebelumnya. Sesudahnya, aku juga merias diriku kosmetik punya bu Diana. Kusaksikan semua kosmetik itu bikinan luar negeri. Saya sendiri cukup canggung untuk menggunakan kosmetik-kosmetik itu, ingat harga yang setinggi langit untuk mahasiswi sepertiku. Tetapi minimal, saya mendapatkan sebuah peluang untuk coba kosmetik-kosmetik itu, karena itu saya berusaha tidak untuk sia-siakan kesempatan kali ini.

Sesudah sejumlah lama, saya pada akhirnya usai mempengantinkan diriku. Kubuka pintu kamar itu dan sama seperti yang telah kuduga, Rendy sejak dari barusan telah menantiku dimuka pintu. Dia terlihat sangat terkesima melihatku yang berbusana pengantin tersebut.

Category: CERITA SEX
cersex ibu ibu cersex bibi cersex pijat cersex santri cersex ibu selingkuh cersex ibu binal